Wednesday, December 16, 2009
Akuisisi Herald, Satu Lagi Nasionalisasi Aset Asing ala BUMI
Kebanyakan investor lebih suka membicarakan aksi-aksi kontroversial PT Bumi Resources Tbk (BUMI) ketimbang prestasi yang pernah diraih olehnya. Apalagi kalau bicara soal posisi utang BUMI yang maha besar saat ini. Spekulasi, tak jarang dipercaya sebagai fakta.
BUMI tercatat merupakan produsen batubara premium terbesar di Indonesia sekaligus eksportir terbesar di dunia. Tak berhenti sampai disitu, BUMI kini tengah melakukan ekspansi besar-besaran dengan mengakuisisi perusahaan-perusahaan sektor tambang non batubara.
Teranyar, BUMI baru saja merampungkan akuisisi 100% saham Herald Resources Ltd, sebuah perusahaan tambang yang tercatat di Australia Securities Exchange (ASX) pada 15 Desember 2009. Perusahaan berkode saham HER ini merupakan pemilik tambang lead (timbal) dan zinc (seng) terbesar di dunia yang berlokasi di Sumatera Utara.
"Kami adalah perusahaan Indonesia pertama yang memberikan penawaran akuisisi sebuah perusahaan Australia di ASX," ujar SVP Investor Relations BUMI, Dileep Srivastava dalam bincang-bincang dengan detikFinance, pekan lalu.
Menurut Dileep, alasan ekonomi dan bisnis memang merupakan salah satu tujuan akuisisi ini, terutama mengingat program diversifikasi produk tambang yang sedang dicanangkan BUMI dalam beberapa tahun ke depan. Namun rupanya, ada alasan lain yang menjadi motivasi BUMI dalam akuisisi itu.
"Ada beberapa hal yang jarang dilihat orang dalam skema ekspansi dan akuisisi kami. Sebagai perusahaan Indonesia, salah satu misi kami adalah mengambil kembali aset-aset milik Indonesia yang dikuasai perusahaan asing. Saya pribadi bukan warga Indonesia, tapi saya melihat bahwa sebuah perusahaan seharusnya melakukan hal yang sama dengan apa yang BUMI lakukan, mengklaim balik apa yang menjadi milik bangsa ini," ujarnya.
Ia mengatakan, skema ekspansi dan akuisisi BUMI sejak awal memang seperti ini, termasuk dalam akuisisi PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia. Begitu pula dengan akuisisi tambang Gorontalo dan Citra Palu, Fajar Bumi Sakti (FBS) dan Herald.
"BUMI mengambil KPC dari British Petroleum dan Rio Tinto, Arutmin dari BHP Biliton. Kemudian Gorontalo dari BHP Biliton, Citra Palu dari Newcrest dan Rio Tinto. FBS dari Ancara perusahaan asal Abu Dhabi. Seluruhnya kita ambil dari perusahaan asing," jelas Dileep.
Menurutnya, pengambilalihan aset-aset asing yang memiliki tambang di Indonesia itu bukan terjadi kebetulan. Ia mengatakan, melakukan "nasionalisasi" aset-aset asing yang beroperasi di Indonesia merupakan bagian dari misi BUMI.
Akuisisi 24% saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) melalui konsorsium dengan pemerintah daerah dalam PT Multi Daerah Bersaing juga dikatakan Dileep bagian strategi BUMI dalam mengambil alih aset-aset Indonesia yang dimiliki asing.
Untuk pengembangan Herald, Gorontalo, Citra Palu, Mauritania, FBS dan Pendopo, perseroan menyiapkan dana sebesar US$ 1,161 miliar. Dengan investasi sebesar itu, BUMI menargetkan akan menerima peningkatan EBITDA sebesar US$ 1,4 miliar per tahun di 2013. Belum lagi ditambah dividen yang akan diterima BUMI dari Newmont.
Dari sisi lain, perusahaan kontroversial ini, rupanya punya sejumlah prestasi. "BUMI membawa Indonesia masuk dalam peta bisnis kelas dunia," ujar Dileep.
Pernyataan itu bukan tanpa alasan. Dalam pemeringkatan teranyar yang dilakukan oleh Platts (penyedia informasi sektor energi kelas dunia), BUMI berhasil mencetak ranking. Sebagai catatan, BUMI menjadi satu-satunya perusahaan Indonesia yang masuk dalam daftar tersebut.
Salah satu contoh, BUMI menduduki peringkat 3 dalam kategori perusahaan dengan pertumbuhan tercepat di kawasan Asia dan menjadi satu-satunya wakil dari Indonesia. Dalam kategori ini, China mencatat perusahaan terbanyak disusul oleh India.
Kategori lain, dari 250 perusahaan energi teratas di dunia, BUMI menduduki peringkat 146. Lagi-lagi, satu-satunya dari Indonesia. Dalam kategori ini, Amerika Serikat dan Uni Eropa mencatatkan perusahaan paling banyak.
Untuk kategori 55 perusahaan energi teratas di Asia, BUMI menduduki peringkat 31 mengalahkan banyak perusahaan asal Jepang, Cina dan India. Pada kategori 50 perusahaan dengan pertumbuhan tercepat di dunia, BUMI meraih ranking 29.
Sumber : detik.com