Thursday, August 18, 2011

Who's The Real Hero

Masih segar di ingatan kita tentang drama penyanderaan kapal Sinar Kudus milik Samudera Indonesia yang disandera selama 47 hari oleh perompak Somalia. Akhirnya para perompak membebaskan Kapal MV Sinar Kudus dengan jumlah anak buah kapal 31 orang, 20 di antaranya adalah WNI, yang dibajak oleh perompak sejak 16 Maret itu setelah membayar uang tebusan yang nilainya 3 Juta dolar (senilai 46 Milyar Rupiah).

Setelah melewati proses yang cukup panjang dan melelahkan akhirnya rombongan ABK MV Sinar Kudus tiba dengan selamat di Terminal II D Bandara Internasional Soekarno-Hatta, sekitar pukul 21.45 WIB pada tanggal 7 Mei 2011, dengan menggunakan pesawat Qatar Air 670. Kedua puluh ABK Sinar Kudus disambut haru oleh para sanak family dan keluarga besar Samudera Indonesia. Termasuk sejumlah awak media yang tak sabar ingin menangkap momen maha penting dari kasus pembebasan sandera yang ditawan oleh perompak Somalia. Dan akhirnya drama itu berakhir dengan senyum manis, setidaknya seluruh ABK Sinar Kudus selamat walaupun itu berarti PT samudera Indonesia harus menebus dengan nilai yang tidak sedikit.

Yang paling menggelikan adalah, masih banyaknya media yang mempublikasikan pembebasan para ABK Sinar Kudus itu adalah semata-mata berkat kerja keras pemerintah Indonesia. Bahkan terkesan jutaan dolar uang tebusan itu adalah uang pemerintah yang dikorbankan demi menyelamatkan 20 warganya dari tangan perompak. Sontak seluruh negeri memuja-muji keberhasilan pemerintah dan TNI yang telah membebaskan mereka.



Tiba-tiba banyak sekali orang yang merasa menjadi pahlawan dari drama penyanderaan ini. Para pejabat saling angkat bicara, bahwa pemerintah telah melakukan tindakan teramat sangat heroik yang teramat hati-hati demi menyelamatkan para ABK Sinar Kudus beserta aset PT Samudera Indonesia.

Do you believe that?

Konon katanya, menurut sumber yang terpercaya TNI mengirim 800 personil TNI yang terdiri dari tiga kapal perang, satu pesawat, dan satu helicopter sejak 23 Maret. Dan keputusan mengirim 800-an personel militer diambil setelah Presiden RI memimpin rapat kabinet terbatas pada 18 Maret 2011. Ditetapkanlah satgas dengan sandi Duta Samudra I/2011 untuk membebaskan para ABK Sinar Kudus dari perompak Somalia.

Bisa dibayangkan betapa banyaknya personil yang dikirimkan untuk ‘membereskan’ para perompak yang jumlahnya sangat tidak sebanding. Seberapa hebatkah para perompak dari negara dunia ketiga, yang bahkan masih sedikit primitif, hingga harus dikeroyok ratusan personil TNI dengan persenjataan lengkap? O man, are you kidding?

Lantas apa yang dilakukan para personil TNI ini di kilometer 512 di utara Socotra timur perairan Somalia?

KRI dan satuan udara terus membayangi MV Sinar Kudus dan mengumpulkan data tentang bajak laut. KRI kita hanya membayangi para bajak laut dan MV Sinar Kudus yang bergerak. Kemudian mengawal sampai semua bajak laut turun meninggalkan kapal demi mencegah agar jangan sampai ada kelompok bajak laut lain yang mengambil kesempatan. Karena di perairan itu ada sekurangnya 15 kelompok besar bajak laut di sana.

Ah, padahal saya membayangkan sebuah tindakan heroik yang membanggakan terjadi. Para personil TNI ‘menghabisi’ para perompak, serta menyelamatkan seluruh ABK Sinar Kudus dan seluruh asetnya. Seperti dalam film-film action Barat tentang jagoan yang selalu membekuk musuh dengan mudahnya.

Saya tahu terlalu muskil bagi jagoan manapun di dunia nyata untuk mencetak prestasi seperti tokoh jagoan dalam film atau kisah fiksi. Seperti layaknya Rambo yang dengan gagah beraninyanya, seorang diri ‘menghabisi’ ratusan musuh bersenjata. Padahal terkadang dalam adegan film, Rambo tidak bersenjata. Rambo yang kekar dengan mudahnya mengalahkan musuh-musuhnya.

Tetapi apakah militer terlatih berkekuatan ratusan personil dengan senjata lengkap tidak cukup untuk melakukan aksi lebih selain mengawal dan mengumpulkan data. O Man! Kenapa tidak suruh barisan satpam dan mahasiswa saja untuk mengerjakan tugas tersebut.

Mereka beralasan serangan militer tidak dilakukan karena permintaan keluarga dan para nakhoda kapal niaga serta para sandera berada di tempat terpisah. Demi keselamatan bersama makanya mereka menghindari serbuan militer yang barangkali akan menyebabkan para ABK Sinar Kudus tidak bisa pulang dengan selamat.

Lalu kalau begitu mengapa harus mengirim sebegitu besar pasukan yang tentu saja menelan biaya yang tidak sedikit dan uang tebusan sebesar 3 Juta Dolar tetap melayang?

Walau sempat terjadi baku tembak antara personil TNI dan perompak Somalia, yang menewaskan 4 perompak sedangkan tidak ada personil TNI yang terluka. Akhirnya seluruh ABK Sinar Kudus beserta kapal dan seisinya berhasil diselamatkan.

O Man! Tentu saja, kalau sampai ada korban di pihak TNI, berarti kebangetan.

Itu pun setelah membayar tebusan uang senilai 3 Juta Dolar. Atau dengan kata lain, drama penyanderaan itu berakhir setelah dibayarkan uang tebusan, bukan oleh tindakan heroik para pahlawan kesiangan.

Then Who’s the real hero?

“Pahlawan” adalah sebuah kata benda. Secara etimologi kata “pahlawan” berasal dari bahasa Sanskerta “phala”, yang bermakna hasil atau buah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan berarti orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani. Seseorang dianggap pahlawan apabila dia dengan segenap keikhlasan berkorban berusaha mengubah suatu keadaan menjadi lebih baik.

Pahlawan tidak pernah mau menyebut dirinya ‘pahlawan’ atau sebagai orang yang paling berjasa. Pahlawan tidak butuh ketenaran atau apresiasi. Pahlawan sejati menganggap pengorbanannya tidak sia-sia apabila mereka berhasil membela kebenaran, menolong yang lemah walau tak mendapat imbalan sedikit pun.

Saya masih ingat ketika kasus ini mencuat ke permukaan. Media berlomba-lomba untuk menyiarkan informasi terkini tentang keadaan para ABK Sinar Kudus yang menjadi sandera. Publik dibuat terbelalak bahwa itu adalah kasus teramat besar yang harus segera dituntaskan karena ini menyangkut nyawa para ABK.

Pidato para pejabat pun jadi semakin mendramatisir keadaan. Juga tentang para perompak yang kian tak sabar dengan uang tebusan yang belum juga dibayarkan dengan tengat waktu tertentu. Akhirnya para perompak gusar dan menaikan nilai tebusan hingga 3,5 Juta Dolar. Namun berkat negosiasi yang a lot akhirnya para perompak menurunkan kembali jumlah uang tebusannya menjadi 3 Juta Dolar. Lagi-lagi publik dibuat menjadi geregetan dengan tindakan PT Samudera Indonesia dan Pemerintah yang terkesan mengulur waktu untuk segera membayarkan uang tebusan yang tidak sedikit itu.

Benarkah demikian?

Tidak banyak yang tahu, bahkan sebelum kasus itu menghebohkan media. PT Samudera Indonesia tidak tinggal diam. Mereka berusaha keras untuk mendapatkan uang tebusan agar segera dapat membebaskan para ABK-nya.

Tetapi usaha menyediakan uang cash jutaan dolar untuk membayar tebusan tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Sekalipun PT Samudera Indonesia memiliki aset amat sangat besar yang tersimpan di berbagai bank asing di luar negeri.

Mungkin tidak banyak orang yang tahu bahwa untuk mengeluarkan uang cash jutaan dolar, keluaran di atas tahun 2006 itu membutuhkan izin dari lembaga keuangan di Amerika bahwa uang itu bukanlah ‘money laundry’ tetapi benar untuk membayar perompak Somalia. Dan surat izin verifikasi itu baru keluar setelah 2 minggu.

Setelah izin keluar, barulah pihak bank akan mengeluarkan sejumlah uang yang diminta PT Samudera Indonesia. Dan pastilah butuh waktu untuk menghitung dan mengepak uang sejumlah itu.

Lalu setelah proses pengepakan uang beres, PT Samudera Indonesia masih dipusingkan dengan bagaimana mengangkut uang jutaan dolar itu agar selamat sampai tujuan. Butuh waktu 2 minggu untuk mengurus asuransi pengangkutan uang, sebelum uang itu bisa diangkut ke Perairan Somalia. Dan berakhirlah 47 hari drama penyanderaan itu dengan sampainya 3 Juta dolar di tangan perompak Somalia.

Tak terhitung berapa tenaga dan pikiran yang telah dikorbankan oleh segenap manajemen dan karyawan PT Samudera Indonesia untuk membebaskan kawannya yang sedang tertawan oleh para perompak. Namun mereka tetap ikhlas melakukannya sekalipun apa yang mereka lakukan luput dari media.

Dan yang lebih luar biasanya adalah seluruh karyawan Samudera Indonesia yang tersebar di seluruh Indonesia dan berbagai negara, tak bersedih ketika pihak manajemen mengumumkan tidak akan ada bonus akhir tahun seperti biasanya, karena sebagian besar uang perusahaan tersedot untuk membayar tebusan perompak. Karena mereka sadar uang jutaan dolar yang sejatinya untuk bonus itu tidak seberapa bila dibandingkan dengan nyawa teman-teman mereka yang tertawan perompak. Sungguh suatu bentuk solidaritas yang luar biasa.

They are the real hero. Mereka adalah pahlawan yang sesungguhnya. Segenap manajemen, karyawan PT Samudera Indonesia.

Saya rasa tidak banyak perusahaan yang rela berkorban banyak demi keselamatan dan kesejahteraan karyawannya. Mungkin perusahaan lain bisa mencontohnya dari sini.

Sebuah pertanyaan terakhir dari saya. Siapakah yang membiayai perjalanan ratusan personil TNI ke Perairan Somalia yang katanya untuk menyelamatkan para ABK Sinar Kudus yang tertawan? Sudah pasti bukanlah jumlah yang kecil.

Entahlah. Hanya Tuhan dan mereka saja yang tahu. Dalam hati saya berharap bukan PT Samudera Indonesia yang membayar para pengawal ini. Saya tidak bisa membayangkan kalau itu memang terjadi. Ibaratnya, sudah jatuh tertimpa tangga. Kasihan….

Risma Budiyani

*Tulisan ini berdasarkan fakta, mohon maaf yang tersindir*